Implementasi IT‐Based Education

“Schools are stuck in the 20th century. Students have rushed into the 21st. How can schools catch up and provide students with a relevant education?”(Marc Prensky)

Menjadi guru di abad 21 (era digital) tidaklah sama dengan menjadi guru di abad 20 dan abad-abad sebelumnya. Dunia tempat kita hidup saat ini secara fisik dan teknologi telah berkembang lebih maju. Hal ini turut mempengaruhi cara manusia berada, berintearaksi, berelasi, dan belajar.
Secara umum, hasil pendidikan di Indonesia belum memuaskan. Hal ini tercermin dalam laporan beberapa lembaga internasional tentang daya saing sumber daya manusia Indonesia dengan negara lain. Peringkat Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia - IPM) Indonesia berada pada posisi ke 108 dari 182 negara, di bawah Singapura (27), Brunei Darussalam (37), Malaysia(57), dan Thailand (92) (hdr.undp.org/en/statistics/). Untuk itu, diperlukan suatu upaya peningkatan daya saing sumberdaya manusia yang lebih nyata. Sebagai orang yang berkecimpung di dunia pensisikan, khususnya pendidikan bahasa Indonesia, hal ini menjadi tantangan untuk melakukan perubahan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Komputer telah mulai diterapkan dalam pembelajaran bahasa mulai 1960 (Lee, 1996). Dalam 40 tahun pemakaian komputer ini ada berbagai periode kecenderungan yang didasarkan pada teori pembelajaran yang ada. Periode yang pertama adalah pembelajaran dengan komputer dengan pendekatan behaviorist. Periode ini ditandai dengan pembelajaran yang menekankan pengulangan dengan metode drill dan praktik. Periode yang berikutnya adalah periode pembelajaran komunikatif sebagai reaksi terhadap behaviorist. Penekanan pembelajaran adalah lebih pada pemakaian bentuk-bentuk tidak pada bentuk itu sendiri seperti pada pendekatan behaviorist.
Pembelajaran digital yang dikonotasikan dengan e-learning atau information and communication technology atau instructional computer technology (ICT) merupakan hal yang tidak dapat ditinggalkan oleh semua pihak dalam pembelajaran. Karena mau tidak mau, suka atau tidak suka pembelajaran harus menggunakan teknologi digital. Dalam arti teknologi hasil pemikiran manusia yang menggunakan piranti lunak dan piranti keras komputer. Misalnya pembelajaran melalui teleconference, e-learning, e-book, dan lainnya.
Pada hakikatnya belajar merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau aku pengalaman. Pembelajaran merupakan proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Dengan demikian pemanfaatan ICT untuk pendidikan, terutama pembelajaran bahasa Indonesia sudah menjadi keharusan.
Bagaimana e‐learning diimplementasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia? Apakah sistem e‐learning yang akan diselenggarakan tersebut benar‐benar menjadi sebuah pembelajaran yang benar-benar berbasis elektronik (truly electronic learning)? Melihat kenyataan di lapangan, walaupun teknologi informasi telah maju dengan sangat pesatnya, ternyata pendidikan yang mengimplementasikan IT‐Based Education secara murni masih sulit ditemukan, karena masih banyak faktor kendala yang lain, terutama dari sisi sumber daya manusia dan sarana atau infrastruktur pendukung. Akhirnya banyak model e‐learning yang dikembangkan dan diadopsi ke dalam pendidikan konvensional atau sebaliknya model konvensional diadopsi ke dalam model e‐learning.
Secara garis besar, apabila kita menyebut tentang era digital, maka tidak akan terlepas dari istilah e‐learning. Setidaknya ada tiga komponen utama yang menyusun e‐learning yaitu:
1. e‐Learning System
Sistem perangkat lunak yang mem‐virtualisasi proses belajar mengajar konvensional. Bagaimana manajemen kelas, pembuatan materi atau konten, forum diskusi, sistem penilaian (rapor), sistem ujian daring dan segala fitur yang berhubungan dengan manajemen proses belajar mengajar. Sistem perangkat lunak tersebut sering disebut dengan Learning Management System (LMS).
2. e‐Learning Content (Isi)
Konten dan bahan ajar yang ada pada sistem e‐learning (learning management system). Konten dan bahan ajar ini bisa dalam bentuk Multimedia‐Based Content (konten berbentuk multimedia interaktif) atau Text‐based Content (konten berbentuk teks seperti pada buku pelajaran biasa)
3. e‐Learning Infrastructure (Peralatan)
Infrastruktur e‐learning dapat berupa personal computer (PC), jaringan komputer dan perlengkapan multimedia. Termasuk di dalamnya peralatan teleconference apabila kita memberikan layanan synchronous learning melalui teleconference.

Munir (2009) mengatakan bahwa secara umum, terdapat dua persepsi dasar tentang e-learning yaitu:
1. Electronic based e-learning, yakni pembelajaran yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama perangkat yang berupa perangkat elektronik.
2. Internet based,yakni pembelajaran yang menggunakan fasilitas internet yang bersifat online sebagai instrument utamanya.
Bagaimana e‐learning diimplementasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia? Apakah sistem e‐learning yang akan diselenggarakan tersebut benar‐benar menjadi sebuah pembelajaran yang benar-benar berbasis elektronik (truly electronic learning)?
Horton (2000) beranggapan bahwa dalam pembelajaran telah mengalami beberapa generasi. Ia menggambarkannya seperti pada gambar berikut ini.

Multimedia  Generasi kelima
Komputer/ Jaringan  Generasi keempat
Video/ Televisi  Generasi ketiga
Audio/Radio  Generasi kedua
Cetak  Generasi pertama

Generasi Pembelajaran (Horton, 2000)

Implementasi suatu e‐learning bisa masuk ke dalam salah satu kategori tersebut, yakni bisa terletak di antara keduanya, atau bahkan bisa merupakan gabungan beberapa komponen dari dua sisi tersebut. Hal ini disebabkan antara lain karena belum adanya pola yang baku dalam implementasi e‐learning, keterbatasan sumberdaya manusia baik pengembang maupun staf pengajar dalam e‐learning, keterbatasan perangkat keras maupun perangkat lunak, keterbatasan beaya dan waktu pengembangan. Adapun dalam proses belajar mengajar yang sesungguhnya, terutama di negara yang koneksi Internetnya sangat lambat, pemanfaatan sistem e‐learning tersebut bisa saja digabung dengan sistem pembelajaran konvesional yang dikenal dengan sistem blended learning atau hybrid learning.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONSEP DASAR SASTRA

FONETIK DAN ALAT UCAP

INDUKSI, DEDUKSI DAN SILOGISME